Saturday, 2 May 2015

Vonis potong tangan bagi sang Khalifah penakluk Konstantinopel


Vonis potong tangan bagi sang Khalifah penakluk Konstantinopel.

Dalam kitab Rawai’ min at-Tarikh al-‘Usmani
diriwayatkan sebuah kisah yang menggambarkan
keadilan kaum muslim meskipun terhadap pemeluk
agama lain. Kisahnya berawal ketika Sultan Muhammad
al-Fatih memerintahkan untuk membangun sebuah
Masjid di kota Istambul. Sultan menunjuk seorang arsitek
berkebangsaan Romawi, Abslante yang terkenal hebat
saat itu, menjadi konsultan pembangunan Masjid
tersebut.
Di antara perintah Sultan ialah pilar-pilar Masjid harus
terbuat dari batu pualam dan dibuat tinggi agar Masjid
terlihat megah. Sultan sendiri yang menentukan ukuran
tinggi pilar-pilar tersebut. Namun karena beberapa hal,
sang arsitek memerintahkan pelaksana pembangungan
untuk mengurangi ketinggian yang telah ditetapkan
Sultan tanpa berkomunikasi terlebih dahulu dengan
beliau. Begitu mendengar hal itu, Sultan sangat marah,
karena menurutnya pilar-pilar yang dibawa dari tempat
yang jauh tersebut jadi tidak bermanfaat sama sekali.
Saking marahnya, dia perintahkan untuk memotong
tangan arsitek tersebut.
Penyesalan arsitek tidak berguna karena tangannya
terlanjur dieksekusi. Tetapi dia tidak tinggal diam
menerima keputusan itu, ia pun memperkarakan Sultan
kepada Qadhi/Hakim Istambul, Syekh Sari Khadr Jalbi
yang kesohor adil di seantero imperium Turki ‘Usmani.
Arsitektur tersebut mengadukan perintah zalim Sultan.
Qadhi Sari Khadr ternyata tidak bimbang sedikitpun
dalam menerima dan memproses pengaduannya, bahkan
beliau langsung mengutus seseorang memanggil Sultan
supaya datang ke pengadilan karena ada gugatan yang
diterimanya dari salah seorang rakyat.
Sultan juga tidak segan memenuhi panggilan Qadhi,
karena Sultan paham lebih berkewajiban untuk
menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan. Hadirlah
Sultan pada hari yang telah ditentukan. Setelah masuk
ruang sidang ia memilih kursi untuk duduk, maka sang
Qadhi berkata padanya, “Anda tidak diperkenankan
duduk di sini, tapi anda harus berdiri di sebelah orang
yang berperkara dengan anda!”
Sultan Muhammad Fatih pun berdiri di sisi orang Romawi
itu, yang kemudian menjelaskan pada Qadhi duduk
perkara yang menimpanya. Pada gilirannya sang Sultan
membenarkan apa yang diaduan orang Romawi tersebut,
kemudian dia diam menunggu keputusan sang Qadhi.
Sejenak kemudian Qadhi Sari Khadr memandang Sultan
dan berkata, “Sesuai dengan hukum syar’i, maka anda
dihukum potong tangan berdasarkan qishas!”.
Arsitek Romawi itu tidak percaya mendengar vonis ini,
seluruh tubuhnya bergetar mendengar, tidak pernah
terpikir dan terbayang olehnya bahwa Qadhi berani
memberi sanksi seberat itu. Muhammad al Fatih,
penakluk Konstantinopel yang menggetarkan dan
menggentarkan seluruh Eropa dihukum potong tangan
oleh hakimnya sendiri karena tuntutan seorang Romawi
yang Nasrani. Menurut perkiraannya Qadhi tidak lebih
berani daripada memerintahkan Sultan untuk memberi
ganti rugi saja. Dia terpana, lalu dengan gugup dia
menyatakan mencabut tuntutannya, dia hanya berharap
diberi ganti rugi, karena hukuman potong tangan untuk
Sultan tidak memberi manfaat apa-apa kepadanya. Qadhi
Sari akhirnya memutuskan Sultan berkewajiban
membayar ganti rugi sebesar sepuluh koin setiap hari
seumur hidupnya, sebagai ganti rugi atas kerugian yang
begitu besar yang dideritanya. Tapi Sultan Muhammad
al-Fatih memutuskan memberikan duapuluh koin setiap
harinya sebagai ungkapan gembiranya telah selamat dari
hukuman qishas potong tangan, dan penyesalan atas
perbuatannya.
Sungguh indah sejarah Islam kita ketika berbicara
tentang para khalifah dan sultan yang adil

sumber https://www.facebook.com/boss.jabon/posts/10200425390914395:0

0 comments:

Post a Comment